Aku Memilih Kakakmu

Aku  Memilih Kakakmu

Oleh: Ulul Faiqoh

Aku adalah aku, seperti apapun aku, aku tetap akan menjadi aku, aku bukan kamu, dan aku tidak bisa menjadi kamu,
Aku bersyukur telah diciptakan oleh Tuhan, sebagai manusia, makhluk yang paling sempura. Meskipun mungkin setiap manusia pasti punya kekurangan, begitu juga aku.
Inilah aku ‘intan’, anak ke-2 dari 3 bersaudara. Aku terlahir dari keluarga petani yang hidup sederhana, orang tuaku selalu mengajarkan kepada aku dan saudara−saudaraku hidup prihatin, karena kami bukan berasal dari keluarga berada, tapi kami selalu mensyukurinya.
Inilah hari pertamaku belajar di SMA, dan aku merasa sangat bahagia mengenal teman teman baruku, mereka sangat baik padaku, meskipun mereka tau aku bukan dari keluarga kaya, dan penampilanku tidak semodis mereka. Namun ada juga sebagian teman memandangku sebelah mata, mereka selalu mengejekku ‘Si miskin’,  mendengar kata itu rasanya hatiku hancur dan ingin menyalahkan takdir, mengapa aku di lahirkan dari keluarga miskin. ‘Astaghfirullah’ aku harus menghilangkan pikiran itu jauh jauh. Karena semua akan indah pada saatnya nanti.
Aku menjalani hari hariku dengan penuh semangat, meskipun dalam hatiku selalu merasa takut kalau aku di keluarkan dari sekolah gara gara belum membayar spp selama 3 bulan, akhirnya aku memberanikan diri untuk mencari kerja, akhirnya aku mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan toko kelontong, aku meminta kepada bosku agar aku ditempatkan di waktu yang semestinya yaitu pulang sekolah sampai pukul 8 malam.
Pekerjaanku itu ternyata membuat prestasiku di sekolah turun, guru dan teman temanku  bertanya tanya, dan mereka menemukan jawabanya setelah aku bercerita tentang kesulitan keluargaku untuk membayar sekolahku. Akhirnya pihak sekolah memberikan kepadaku keringanan dan beasiswa berprestasi, dan aku disuruh untuk berhenti dari pekerjaanku.
Liburan tiba, Aku membawa teman temanku berkunjung ke rumah, mereka ingin menikmati suasana desaku yang masih asri, mereka mau membantu orang tua ku yang sedang bekerja di sawah tetangga. Bagi mereka ini hal yang menyenangkan, tapi tidak bagiku. Mungkin karena aku terlalu sering dan sudah bosan.
Hari libur aku manfaatkan untuk menjadi buruh cuci, dan hasilnya aku tabung untuk membeli buku sekolah. Terkadang tidak sedikit tetanggaku yang menghina keluarga kami, aku hanya bisa terdiam, aku tak ingin membalas umpatan umpatan mereka karena pasti mereka akan membalas dengan kata kata yang lebih tajam, dan itu akan membuatku lebih sedih.
Setiap hari aku selalu berdoa agar kami diberi kesabaran dan kemudahan dalam menjalani hidup ini, aku juga meminta agar keluarga kami bisa hidup layak. Aku percaya Tuhan akan mengabulkan doaku, kelak.
3 tahun sudah aku jalani sebagai siswi SMA, aku lulus dengan nilai yang memuaskan, namun itu tidak membuatku begitu bahagia, karena aku masih memikirkan aku akan melanjutkan pendidikanku atau tidak. Aku tidak bisa membayangkan berapa banyak biaya yang harus di keluarkan.
Akhirnya aku memilih untuk bekerja saja, aku pergi ke kota dan aku mengirimkan surat lamaran kerjaku di berbagai tempat, dan tak ada satupun yang menerimaku bekerja, mungkin karena statusku sebagai lulusan SMA, aku putus asa dan berniat untuk pulang ke kampung.
Hari ini aku putuskan untuk balik ke kampung dan akan bekerja di sawah saja.
            “intan”, seseorang memanggilku aku langsung menengok,
”inget aku ga? Andi, kakak kelasmu SMA”, kata dia.
“oo, yaya aku inget, ka andi yang culun kan? Eit,eit tapi sekarang ga ko udah keren, hehe”, lanjutku.
“Kamu sekarang kerja di jakarta?”, tanya dia
“aku mau pulang ke kampung, aku nglamar kerja di banyak tempat, tapi ga ada yang di terima” jawabku dengan sedih.
Dia senyum, “waah kebetulan di kantorku lagi kekurangan pegawai, kamu bisa kerja disana, tapi Cuma sebagai office girl, apa kamu mau?”,
            “pasti aku mauuu”, teriakku.
“Besok kamu bisa langsung ke kantorku ini kartu namaku”, dia melanjutkan.
Keesokan harinya, aku langsung bekerja di tempat andi bekerja. Hari pertamaku tidak berjalan dengan baik, aku disibukkan dengan permintaan para pegawai kantor untuk bikin kopi, beli makan, bersihin meja kerja, dan banyak lagi, memang inilah pekerjaan ku tapi aku rasa mereka menganggapku seperti babu, entahlah.
Sudah seminggu aku bekerja disini, sebenernya aku merasa muak dengan mereka, mereka kadang membentakku karena masalah sepele, kopinya pahitlah, kurang panas, dan masih ada seribu alasan mereka untuk melampiaskan kekesalan kepadaku, mungkin karena mereka habis dimarahin atasan mereka yang terkenal galak itu. Setelah sebulan aku bekerja aku memilih untuk berhenti karena aku sudah tidak sabar dengan sikap mereka yang selalu ngrendahin orang lain.
Akhirnya aku melamar di sebuah restoran sea food. Dan Aku diterima sebagai pelayan disana, meskipun gajinya tidak seberapa, aku tetap mensyukurinya. Dan aku berdoa semoga pekerjaan ini lebih baik dari pada aku bekerja sebagai office girl. Suatu hari aku bertemu dengan pemilik restoran namanya Pa Ahmad, dia sangat ramah dan murah senyum.
Dia mengajakku berbicara, “kamu intan? Pelayan baru disini?”
”iya pa,” jawabku. itu sapaan dia yang pertama, dilanjutkan dengan cerita dia dan keluarganya yang sudah hancur karena perceraian.
Aku sebenarnya merasa canggung, kenapa Pa Ahmad mau bercerita kepadaku, orang yang baru dikenalnya.Tapi aku merasa sangat kagum kepadanya dia sosok lelaki yang dewasa yang sabar, dan bijak, dia juga seorang yang taat beribadah.
Sudah beberapa hari aku selalu bertemu pa Ahmad dengan senyum ramahnya yang membuat orang di sekitarnya merasa nyaman, aku juga semakin sering ngobrol dengannya, dan aku bercerita banyak tentang kehidupanku.
Semakin hari, aku lebih sering bertemu dengannya, dia selalu mengingatkanku untuk solat, yang sebenarnya sering aku tinggalkan. Dan dia selalu memberikan perhatian lebih, bukan perlakuan yang wajar dari bos kepada anak buahnya. Rekan kerjaku juga banyak yang heran, dan salut kepadaku. Karena bisa dekat dengan bos.
Pada suatu hari aku bertemu dengan lelaki seusia denganku, entah mengapa hatiku merasakan hal aneh, aku bertanya kepada rekan kerjaku. Ternyata dia adik Pa Ahmad.  Wajahnya tampan, dan dahinya membentuk garis garis, sepertinya dia seorang pemikir yang keras.
Dia memandangku, atau melihat seseorang di belakangku, aku langsung menengok kebelakang, tidak ada siapa siapa, aku kembali melihat matanya, tiba tiba dia mendekatiku dan berbicara
“hai, kenalin namaku ali, adik pemilik restoran ini”.
Aku hanya diam, “namamu?” dia bertanya,
”emmm aku intan”, balasku. Entah mengapa setelah mengetahui namaku dia langsung pergi tanpa mengucapkan salam atau terimakasih.
Di rumah aku mengerjakan pekerjaan rumah sendiri, ya memang hanya aku yang tinggal di rumah sempit ini, setelah semuanya selesai, aku bergegas untuk tidur, tiba tiba ponselku berbunyi, nomer yang tidak ku kenal muncul. Aku engan untuk mengangkatnya, tapi ponselku berdering terus, dan membuatku kesal, aku mengangkatnya
 ”maaf ya sudah malem, jangan ganggu orang mo istirahat”
tiba tiba “intan, ini aku ali”.
“ali siapa? Aku ga kenal”,
“ali adikknya Pa Ahmad”,
aku langsung diam, aku merasa tidak enak, bagaimanapun dia itu adik majikanku,
“ya mas ada pa?” tanyaku
“ngga papa, aku cuma pengen kenal kamu lebih jauh aja, kamu lagi ngapain?”,
”aku mau tidur” jawabku singkat,
“masih sore ko, tidurnya nanti aja”.
Ini orang ngapain siy sok akrab gitu, “maaf mas saya udah ngantuk selamat malam” aku langsung mematikan hp ku.
Sore di restoran, aku sedang membersihkan meja,
“hai, tan, apa kabar? ikut aku yuk, jalan jalan,mumpung masih sore nih”
belum sempat aku menjawab pertanyaannya, dia langsung menarik tanganku, “ayo”
katanya,
“okelah” kataku
Aku di ajak dia ke sebuah taman yang sangat indah, yang belum pernah aku kunjungi, dia banyak bercerita kepada tentang keluarganya dan hobinya bermain musik, sepertinya aku mulai menyukainya, dan nyaman dekat dengannya.
“ali aku senang kamu mau jadi temanku” kataku.
“lebih juga ngga papa tan” kata ali.
“Maksudnya”? tanya aku,
“mm, ngga ko” jawab dia.
Beberapa hari ini aku jalan dengannya, tapi kenapa aku selalu memikirkan Pa Ahmad, kakak dia.
Hari ini seperti biasa. Aku menikmati pekerjaanku disini. Dan aku mempunyai rekan kerja dan bos yang baik, juga teman yang menyenangkan seperti ali. Ali sudah banyak membantuku. Dia yang selalu ada saat aku membutuhkannya. Tapi aku menganggapnya sebatas teman ga lebih.
“Seneng ya yang bisa deket sama bos, sama adiknya juga”. Rere rekan kerjaku memulai percakapan,
“apaan sih re?” kataku.
“Tan, sepertinya mereka berdua suka sama kamu” rere menyimpulkan.
“Masa sih?” kataku nggak percaya.
“Masa kamu nggak bisa liat, aku yakin banget kalo mereka tuh cinta sama kamu, tapi ini bisa gawat mereka kan kakak beradik ntar kalo  mereka berantem rebutin kamu gimana?” kata rere .
“Ah, ngaco kamu re, aku sama ali tuh Cuma temenan biasa, kalo bos dia juga baik sama semua pegawai sini ko, tanpa terkecuali”.
“Intan, kamu harus milih salah satu dari mereka, kamu nggak boleh nyakitin mereka”. Rere melanjutkan.
Aku masih bingung dengan apa yang dikatakan rere. Mana mungkin kakak beradik suka sama cewe yang sama yaitu aku, apalagi pa ahmad dia kan sudah pernah menikah dia pasti akan mencari perempuan dewasa sebagai istrinya nanti.
Malamnya aku memikirkan kata kata rere. Aku bingung apa yang dikatakan rere itu benar? Entahlah, aku mencoba menghilangkan pikiran itu. Aku nggak mau gara gara aku mereka musuhan.
Aku meminta cuti bekerja pada pa ahmad selama 4 hari, aku ingin pulang ke kampung mengunjungi kedua orang tuaku. Hari cutiku tiba aku menyiapkan barang barang yang akan kubawa. aku juga membawa oleh oleh untuk keluarga.
Akhirnya aku bertemu dengan ibuku aku memeluknya erat,
“ibu, gimana kabarnya? aku kangen banget sama ibu”.
“Ibu sehat, kita semua senang kamu pulang. Ya bu, tapi aku disini Cuma beberapa hari doang”, kataku.
Aku memanfaatkan waktuku di kampung dengan sebaik mungkin, aku menghabiskannya untuk mengobati kangenku. Aku sebenarnya ingin bercerita kepada ibuku tentang pa Ahmad dan Ali, tapi sepertinya belum tepat waktunya.
Setelah tiga hari, aku pamit kepada orang tuaku untuk kembali ke kota.
“ibu, bapa, aku pamit yah, doain aku ya bu, semoga pekerjaanku lancar” aku bersalaman dengan ibu.
“Ya nak ibu selalu mendoakanmu ibu juga berdoa semoga kamu cepat menemukan jodohmu”.
“Amien” aku menimpali.
Hari ini aku kembali bekerja, dan aku mendapat sapaan hangat dari Pa Ahmad. “gimana keadaan kelurgamu di rumah?”
“mereka baik baik aja pa” jawabku.
ahmad berkata lagi “sykurlah”.
”Pa, aku punya oleh oleh dari kampung pa”. Aku menyerahkan oleh oleh  dari ibu yang sebenernya ibu kasih untukku.
“terimakasih” katanya.
“Sama sama pa, Aku mau kerja dulu pa, permisi”. Aku meninggalkan pa ahmad.
Malemnya aku diantar pulang ali. Di tengah perjalanan dia mengungkapkan perasaannya kepadaku. Aku tidak bisa menjawabnya secepat ini. Aku bingung, apa aku juga mencintainya atau tidak.
Di kamar. Aku langsung mengambil hp dan mengirim sms kepada ali.
 ‘ali, maaf aku ga bisa menerimamu, tapi kita masih bisa berhubungan dekat. Dan aku harap kamu ga kecewa’. Beberapa menit kemudian aku mendapat balasan darinya. ‘jujur  aku kecewa banget sama kamu, tapi aku ga bisa maksa kamu, dan aku masih mau menunggu sampai kau siap’. aku tidak membalas sms dari dia. Aku langsung mematikan hpku.
Keesokan harinya, aku bersikap seperti biasa.
“intan” sapa dia. Dia langsung memelukku.
“Apa apan sih kamu” teriakku,
Ternyata pa Ahmad melihatnya. Dan aku langsung menampar ali.
“Kamu siapa berani beraninya peluk aku hah?”.
“Maafin aku tan, tapi aku bener bener sayang sama kamu” rayu dia.
“udah? Sekarang aku mau lanjut kerja”. Aku langsung bergegas menuju
dapur.
Sepertinya aku menangkap tatapan berbeda dari pa Ahmad tadi. Apa dia marah atau malah cemburu melihat kejadian tadi. Tiba tiba ada sms masuk dari pa ahmad ‘besok aku ingin ketemu, dan membicarakan hal penting kepadamu’, aku bingung, apa maksudnya, apa yang ingin dia bicarakan, kenapa nggak sekarang aja. Aku enggan membalas sms dari pa ahmad .
Keesokan harinya pa ahmad menemuiku.
“intan aku ingin meminangmu, apa kamu mau menjadi istriku”
aku kaget mendengarnya, ”ok, maaf, kalau ini terlalu mendadak, aku tidak memaksamu untuk jawab sekarang, kamu bisa memikirkannya masak masak”. Aku Cuma mengangguk, dan dia langsung pergi.
Aku merasa pusing, dan meminta izin untuk pulang, aku menceritakan kejadian tadi kepada ibuku melalui telpon. Dan ibu menyarankanku untuk sholat istikhoroh untuk mengambil jalan yang terbaik, apa aku harus menerima pinangan pa ahamd atau  tidak, atau aku akan terus menjalani hubungan pacaran dengan ali, yang dalam islam dilarang.
Setelah solat aku menangis,
“Aku sudah terlalu jauh dari engkau Ya Allah, ampuni aku, aku selalu lalai beribadah kepadamu, aku mohon ampunilah dosa dosaku, aku juga mohon berikanlah aku petunjuk, apa aku harus menerima lamaran pa ahmad atau tidak”.
...
Sudah seminggu, sejak pa Ahmad mengatakan ingin meminangku, aku sudah memastikan untuk menerimanya, karena aku yakin inilah yang terbaik untukku untuk kehidupan duniaku juga akhiratku, aku akan berusaha melupakan ali, yang pernah mengisi hatiku, dan esok aku akan menjadi kakak iparnya.
Ada sms dari  Ali aku membacanya. ‘Intan, aku sudah mendengar rencana Mas Ahmad untuk menikahimu. Pertama aku mendengarnya aku sangat terpukul, mengapa kamu memilih kakakku yang berstatus duda dan lebih pantas menjadi ayahmu? Kenapa kamu tidak memilih aku. Mungkin ini yang terbaik untukmu, aku mencoba untuk ikhlas, dan aku berdoa semoga kamu bahagia. selamat tinggal tan, aku besok akan pergi ke amerika, untuk melanjutkan kuliahku disana’.
Aku langsung membalasnya. ‘aku minta maaf sama kamu li, aku juga berterimakasih kamu udah pernah mengisi hatiku, semoga kamu menemukan wanita yang lebih pantas mendampingimu nanti’.

...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROGRAM KURIKULUM LITERASI INFORMASI UNIVERSITAS UNTUK MEWUJUDKAN KONSEP PEMBELAJARAN SEUMUR HIDUP (LONG LIFE LEARNING)

Puisi Lama